A.
Perkenalan
Laki-laki
kira-kira berumur 25 tahun dengan
bergaya layaknya sopir-sopir yang sedang makan di warteg, mengangkat satu
kakinya ke atas kursi, sambil memasang tampang sangar yang ternyata menahan
pedas dan kenikmatan makanan yang disantapnya yaitu sepiring nasi dan beberapa
jengkol balado yang berpadu dengan sambel terasi.
Keluar suara dari tenggorokannya ketika
selesai menyantap semua butiran nasi di piringnya dan menenggak segelas teh
tawar. Ia menurunkan kakinya dari bangku panjang yang ia duduki, menyenderkan
tubuhnya di tembok dan mengelus perusnya. Sejenak ia memejamkan mata sambil
menikmati dan mensyukuri bahwa ia dapat makan siang itu. Sambil tersenyum ia
membuka matanya lalu mengeluarkan sebatang rokok dari bungkus rokok yang ada
dikantongnya, menyalakannya dan menghisapnya dalam-dalam sambil menikmati aroma
dari rokok yang dihisapnya. Ia menghebuskan asapnya dan menyapa ibu pemilik
warteg, "berapa semuanya bu?"
Sebentar laki-laki yang duduk
tak jauh darinya mengintipnya dari rak kaca berisi makanan, dengan wajah
penasaran yang benar-benar dapat dibaca oleh ibu pemilik warung. "ada apa
bang? Kok ngeliat abang itu sampai seperti itu? "
"Ada apa bang liatin saya
seperti itu? "
"Rokoknya apa tuh bang?
Kok baunya enak betul. "
Dengan senyum ia berbicara,"Ah perasaan abang aja
kali, berapa semuanya bu? "
"Cuma tujuh ribu bang.
"setelah menyerahkan uangnya ia pergi keluar warteg, menghirup dalam-dalam
udara siang itu, terasa berbeda karena siang itu sedang mendung jadi terasa
benar kesegaran air yang akan jatuh di bumi.
Sebuah motor membunyikan
klakson dari arah belakang, “Siapa sih? Ganggu aja.” Begitu ia membalikkan
badannya pengendara motor tersenyum dibalik helm. Ia membalas senyuman itu lalu
mendekati pengendara motor itu dan memberinya isyarat untuk memberikannya
kesempatan mengendarai motor itu.
"Kemana saja selama
ini?" tanya pemilik motor itu
dengan sedikit mesra sambil memeluk
pinggang laki-laki itu.
“Aku kira elang yang satu ini
sudah melupakan pemiliknya.”
“Ah bagaimana mungkin aku
melupakanmu. Aku sangat rindu padamu.” Pemilik motor itu membuka helmnya baru
tampaklah ia seorang gadis.
D M N
Malam datang, ia tak keluar
kamar hingga jam di atas meja kecil dikamarnya menunjukkan pukul 22.00 wib. Ia
memakai celana pangsi dan jaket hitam untuk menutupi tubuhnya dari udara
dingin, ia juga melilitkan sarung kumalnya di lehernya. Bersiap beraksi ia
malam itu, tanpa mengendarai motornya ia berjalan cukup jauh kearah sebuah
lapangan yang dekat dengan perkebunan penduduk. Sangat santai ia berjalan,
kadang- kadang ia berhenti memperhatikan langit malam dan kembali melanjutkan
perjalannya kembali. Tibalah ia di sebuah lapangan, ia mendekati sebuah pohon
dipinggir lapangan lalu bersiul tiga kali, siulannya melengking bagi orang yang
ditujunya tapi tidak terdengar bagi orang lain, beberapa menit kemudian telah
berkumpullah 10 orang remaja laki-laki mengelilinginya. Setelah bersapa tegur
mereka menuju tengah lapangan. Setelah berdoa yang dipimpin ia sendiri terlihat
ke sepuluh pemuda itu termasuk dirinya bergerak meregangkan otot. Ia
melemparkan jaketnya ke bawah pohon berserta sarung yang tadi dililitkan
kelehernya. "Mari mulai! " serunya kepada 10 pemuda.
Perlahan tanpa mengganggu
mereka bergerak silat 2 orang bapak-bapak lewat dipinggir lapangan.
"Pak mukmin, sejak kapan
disini ada berlatih silat? " tanya seorang lainnya.
"Setauku sudah beberapa
bulan lalu, atas izin pak RW. Memangnya pak Anto tidak tahu ?"
"Tidak, siapa yang
melatih? Apa dia salah satu warga kita? "
"Ya, itu loh pak anak muda
yang mengontrak dirumahnya pak Unding. kalo kata anak saya di dijuluki Pendekar
Bocah Nakal. Dasar anak muda ada-ada saja. "
"Oh, saya baru tahu
pak.em..." Tampak pak Anto memikirkan sesuatu.
Tanpa menghiraukan apapun yang
terjadi malam itu ia terus memberi pengarahan-pengaran kepada anak latihnya,
suaranya sangat lembut berusaha menyentuh relung-relung hati ke 10 pemuda tapi
terdengar begitu tegas dengan intonasi yang sedikit naik turun disesuaikan
dengan kata-kata penting yang ia ucapkan.
Tampak kesepuluh pemuda sedikit
bingung dengan penjelasan dan pengarahan yang diberikan oleh pendekar bocah
nakal, tapi mereka berusaha melakukan apa yang mereka tanggap, karena mereka
tau bahwa pemuda yang dihadapan mereka ini adalah seorang yang tulus
mengajarkan ilmunya.
“Bang, ngencengin badannya
gimana?”
“Lah elu udah lama latihan
masih kagak ngerti aja dah. Sit up, pust up dan pul up masing-masing lima puluh
kali dulu dah buat lu. Dasar gemblung.”
“Hahaha…” Yang lainnya tertawa.
“Jangan pada ketawa lo pada tar
gw suruh berendem di rawa pada tau rasa lo.”
“Iya bang maaf.”
Terdengar sayup-sayup suara
siulan panjang di telinga mereka semua, sebuah siulan yang seperti orang
mengalunkan untaian nada. Sekilas terlihat pendekar bocah nakal tersenyum dan
ia membalas siulan tersebut.
"Ayo lanjutkan, jangan
hiraukan apapun jika kalian ingin menguasai latihan kali ini. " pendekar
bocah nakal memberi peringatan kepada 10pemuda.
Mereka saling berbisik, “Paling
yang tadi bersiul pacarnya si abang.”
“Bisa jadi, lah abang aja sampe
senyam senyum begitu.”
“Hehehhe”
“Ranu dan Lipa, kemari kalian,
mau tau wajah pacar saya? Nanti saya kenalkan tenang saja, ayo kalian kuda2
selama satu jam.”
“Wah kena hukuman dah kita.”
Ujar Lipa.
Langit semakin kelam, malam pun
semakin dingin. Pendekar bocah nakal menghentikan latihannya dan menyuruh para
muridnya untuk pulang.
Dalam perjalanan pulang ia
bersiul 3x, memberi tanda kepada seseorang. Sambil tersenyum ia menunggu
dibawah sebuah pohon. Lalu datanglah seseorang menghampirinya, langsung
memeluknya dan memegang tangannya.
“Kita pulang?” Tanya Pendekar
bocah nakal.
Yang lainnya menggeleng,
“Jalan-jalan yuk.”
Pendekar bocah nakal
merangkulnya dan mengajaknya jalan, “Mau dengar ceritaku akhir-akhir ini?”
“Tidak, ceritakan tentang
gelarmu. Aku suka mendengarnya.”
“Hahaha…tetap menjadi favorit
ya cerita ini.”
“Dari sanalah kita bertemu
bukan?”
“Hahahaha…”
D M N
Andira malam itu berjalan
sendirian, mencari hiburan dan kesenangan. Ia tak tahu pasti apa yang
dicarinya. Ia terus saja berjalan diantara keramaian, sesekali ia berhenti dan
membeli cemilan. Tanpa sadar ia sampai di sebuah lapangan.
“Dimana nih?” Andira
memperhatikan sekelilingnya, “Ih nyasar dimana nih?” Andira terlihat bingung.
“Ehem…”
Andira yang kaget dengan
deheman itu langsung meloncat menjauh dari posisinya dan memasang sikap, Andira
mengira itu adalah orang yang berniat jahat.
“Siapa?” Tanya Andira tegas.
“Tidak usah takut, sedang apa
sendirian disini?”
“Kau sendiri sedang apa? Siapa
kamu?”
“Kenalkan dulu dirimu baru aku
kenalkan diriku.”
“Elang, panggil saja aku Elang.
Kau?”
“Raja. Mari aku antar kau
kejalan raya.”
“Kau jalan duluan.”
Raja tersenyum sambil
menggelengkan kepala lalu berjalan didepan Andira.
“Baru kali ini aku bertemu
gadis yang asik berjalan hingga tak tahu kalau ia tersesat.” Komentar Raja.
“Aku sedang mencari
ketenangan.” Ucap Andira disela mulutnya yang masih mengunyah jajanan.
“Oh iya? Gak takut berjalan
sendirian?”
“Gak ada yang bisa aku percaya
untuk menemaniku.”
“Mungkin aku akan sedikit telat
karena mengantarmu dahulu, tapi tidak apalah daripada aku harus bertanggung
jawab dan hatiku tak tenang bila terjadi sesuatu padamu.”
“Jika kau mau tinggalkan saja.”
“Ah janganlah. Apa kau mau
menemaniku, hari ini ada tantangan untukku? Setidaknya aka ada yang menemaniku
selain orang-orang tua disana.”
“Tantangan apa? Menarik.”
Raja menghentikan jalannya,
menunggu Andira sejajar dengannya.
Sepanjang jalan Andira hanya
terdiam mengikuti Langkah Raja yang kadang cepat tapi kadang sangat lambat
sambil sesekali Raja menceritakan kisahkan. Mereka saling berbagi cerita dan
tawa, saling mengenalkan diri lebih jauh hingga langkah mereka terhenti
disebuah lapangan, lapangan yang jauh lebih tertutup dari lapangan yang tadi.
Di lapangan ini begitu banyak pohon besar yang mengelilinginya bahkan ada
beberapa rumpun bambu yang turut menutupi lapangan itu.
“Ih serem.” Celetuk Andira.
“Tidak ada apa-apa, mari masuk,
aku sudah ditunggu.”
Andira tanpa sadar memegang
erat punggung jaket Raja. Ia menahan napasnya pelan hingga tak bersuara.
Awalnya Andira tidak sadar bahawa dilapangan yang gelap itu telah hadir
beberapa orang tapi ketika Raja menyalakan beberapa obor yang terpasang disana
barulah ia melihat beberapa orang laki-laki berpakaian hitam berdiri dan duduk
diantara pepohonan.
“Malam semua, ada apa kalian
mengajak saya kemari? Maaf saya mengajak kawan. Dia tak akan mengganggu
sedikitpun.”
“Hah…takut kau sendirian
menghadapi kami?” Jawab laki-laki yang tubuhnya sedikit tambun dibandingkan
yang lain.
“Hahahaha…jangan bercanda kalian,
harusnya aku yang bertanya seperti itu, kalian hendak menghabisiku bersama-sama
bukan? Mari maju satu persatu, aku akan layani.” Tantang Raja, “Elang, lindungi
dirimu sendiri ketika aku menghadapi mereka.”
“Ya ya ya tenang saja, anggap
aku tak ada.” Jawab Andira seenaknya, lalu segera ia mengambil posisi agak jauh
dari tempat berpijaknya Raja.
Raja tak memasang kuda-kudanya,
ia hanya menatap tajam ketiga lawannya. Laki-laki yang bertubuh tambun segera
berjalan kearah kanan Raja, sedangkan yang bertubuh sangat kurus segera kearah
sebelah kiri dan yang satunya lagi berhadapan dengan Raja. Tanpa aba-aba
ketiganya menyerang secara bersamaan. Menyerang bagaian atas, tengah dan bagian
bawah dari tubuh Raja. Andira cukup kaget dengan serangan yang dilancarkan
musuh-musuh Raja itu. Andira sendiri sampai menahan napasnya dan melepaskan
energy yang cukup banyak.
Raja tersenyum merasakan energy
yang dilepas oleh Andira. Kini ia siap menerima serangan apapun, tangan
kanannya menangkis si tambun dan tangan kirinya dengan cepat menangkis dan
menyarang si kurus sedangkan yang menyerang bagian kakinya tak sempat ia
ladeni, Raja hanya menghindar dan langsung memberikan balasan.
“Baru segitu kehebatan kalian.
Sebenarnya apa yang menjadi masalah kalian hingga menantangku? Seharusnya
kalian malu menantangku, menantang bocah.”
“Dasar bocah, jangan banyak
cingcong, layani saja serangan kami.” Ucap Si kurus dengan lantang.
Dengan cepat ketiga menyerang
Raja. Raja tak mau kalah dengan serangan ketiga laki-laki itu. Ia menangkis dan
menyerang balik.
“Ah...” Gumam Andira sangat
pelan.
“Hai Elang, kau sudah bosan
ya?” Raja menyahut disela-sela ketika ia menyerang ketiga laki-laki itu, “Maaf
rasanya harus kita selesaikan saat ini.” Raja segera menyerang mereka satu
persatu dengan tenaga penuh, pada si tambun ia menendang dadanya dan langsung
terkapar si tambun itu, sedangkan pada si kurus, Raja menangkap tangannya dan
langsung mengunci dan mematahkannya, hingga musuhnya yang terakhir ini Raja
masih siap menghadapi apapun yang terjadi. “Mari kita selesaikan.” Kini Raja
yang menyerang, dengan bertumpu pada kaki kirinya ia menyerang lawannya dengan
kedua tangan dan kakinya. Gerakan yang cepat dan tepat sasaran, sayang lawannya
tampak kurang cermat ia hanya berhasil menangkis kaki dan tangan tangan kanan
Raja, sedangkan tangan kiri Raja dengan telak masuk menyerang ulu hati
laki-laki itu. Mengerang laki-laki itu lalu tiba-tiba terjatuh.
Raja langsung meninggalkan
mereka dan mengajak Andira pergi.
“Memang membosankan melawan
aki-aki seperti mereka. Hahaha…” Raja tertawa sendiri.
“Ih apa yang perlu kau
tertawakan? Antar aku ke jalan raya.” Celetuk Andira.
“Baik.”
Sepanjang jalan Raja asik
menghisap dan menghembuskan asap rokok dari mulutnya, sesekali ia dengan jail
mengarahkan asapnya ke Andira hingga Andira harus menghidar cukup jauh, jika
sudah begitu Raja akan tertawa terbahak-bahak. Andira yang kesal dengan ulah
Raja dari belakang segera melayangkan tendangan ke pantat Raja.
“Auw…Kau gadis nakal ya?”
“Kau yang bocah nakal.”
Raja merangkul Andira, “Sebenarnya siapa
namamu?”
“Andira. Namamu?”
“Raja, tapi rasanya aku
memiliki nama baru, Pendekar bocah nakal. Bagaimana menurutmu?”
“Pantas untukmu.” Andira
langsung berlari ketika ia melihat jalan raya yang masih ramai.
“Sampai jumpa Andira sang
Elang. Lain kali kita bertemu lagi.”
Andira tersenyum dan
melambaikan tangan pada Raja.
“Sampai jumpa lagi Raja,
Pendekar Bocah Nakal.”
B.
Sang Elang
“Do you want to know
something?” Ucap Andira pada salah seorang temannya.
“Mau tau apa sih Andira?” Gira
bertanya balik kepada Andira.
“Ada cowo menarik banget deh.”
“Wah,,,jarang-jarang nih lo
cerita soal cowo. Siapa?”
“Namanya sih gak tau tapi dia
gw kasih panggilan Pendekar Bocah Nakal,
baru kali ini ketemu cowo dengan
cara seperti itu.”
“Seperti apa?”
“Aku nyasar malam-malam dia
malah ngajak aku liat dia berantem, hebat banget dah pokoknya.”
“Ah dasar aneh kau, bertemu
laki-laki seperti itu bisa menyusahkanmu.” Gira berucap serius.
“Tapi aku senang.” Andira hanya
tersenyum saja,
D M N
“Andira.”
“Hai.”
“Mau pulang ya?”
“Ya begitulah, kamu mau pulang
juga?”
“Iya, mau aku anterin pulang
gak? Rugi loh kalo nolak.”
Andira tersenyum, “Oke deh aku
gak nolak.”
“Oke kamu tunggu disini aku
ambil motorku dulu ya, tapi jangan malu ya, motor aku jelek.”
“Tapi masih bisa jalan sampai
rumah aku kan?”
“Kalo Cuma jalan doang sih
sampe surga juga aku anterin.”
“Ih biar masuk surga aku gak
mau mati sekarang.”
“Hahaha, iya bisa kok sampai
rumah kamu.”
Setelah beberapa saat menunggu
akhirnya seseorang datang dengan motor bebek.
“Jelekkan motornya, jangan malu
ya?”
“Iya gak malu kok.” Andira
tersenyum.
Selama perjalanan Andira
terlihat akrab dengan laki-laki yang memboncengnya.
“Gimana kuliah kamu?”
“Baik.”
“Baik? Gak ada masalah sama
sekali?”
“Ya kalau masalah pasti ada,
tapi biasa aja masalahnya.”
“Iya masalahnya biasa tapi
kamunya luar biasa.”
“Hahaha, aku gak mempan kamu
gombalin.”
“Aku gak ngegombal kok tapi
kenyataannya begitu.”
“Hahaha, sudah focus saja liat
kedepan, aku gak mau sampai rumah sakit.”
Andira meminta menghentikan
motornya disebuah rumah yang cukup bagus.
“Ayo masuk, ini rumah orang
tuaku.”
“Em, aku jadi minder nih,
nganterin kamu yang p0unya rumah bagus tapi pake motor butut.”
“Ah, gak usah sungkan toh ini
punya orang tuaku bukan punya aku, kamu masih mending punya motor.”
“Mampirnya lain kali aja ya,
kalau aku udah punya motor bagus.”
“Ih kok gitu sih ngomongnya,
emangnya rumahku gak pantes buat kamu masuki?”
“Ya bukannya gitu, aku malu aja
sama kamu.”
“Kok malu? Aku aja gak malu
naik motor kamu.”
“Ya pokoknya aku malu aja, lain
kali aku pasti mampir deh.”
“Ya deh, terserah kamu aja mau
mampir kapan, asal jangan tengah malam aja, nanti disangka maling.”
“Iya aku mau maling hati kamu.”
“Hahahaha.”
Andira melemparkan tubuhnya ke
kasur dikamarnya, “Ah nyamannya tiduran dirumah.” Sambil senyam senyum sendiri
Andira mengingat kejadian tadi, “Ih dasar Sandika, ngapain pake malu segala
sih.”
D M N
“Raja, jalan-jalan yuk.”
“Mau jalan-jalan kemana sih?”
“Kemana gitu, pengen
jalan-jalan aja.”
“Ayo deh kalau gitu.”
Sepanjang perjalanan Andira
senyam senyum sendiri mengingat saat terakhir kali Sandika mengantarnya pulang.
“Halo cantik, mau dianter
pulang lagi gak?”
“Ih emangnya kamu gak ada
kerjaan lain ya sampe sering banget nganterin aku pulang.”
“Kerjaan sih banyak tapi buat
yang satu ini gak boleh dilupain, ayo naik.”
Andira hanya tersenyum dan
langsung naik ke motornya Sandika.
“Andira, kkalau menurut kamu
aku ini orang yang seperti apa?”
“Em, maksudnya?”
“Ya menurut kamu aku ini orang
yang seperti apa?”
“Baik, baik sama aku gak tau
deh kalau sama yang lain, hehehe.”
“Ya baik juga lah.”
“Oh bererti kamu sering dong
nganterin temen-temen kamu pulang?”
“Ah gak juga, Cuma kamu kok.”
“Masa sih?”
“Ayo dong masa aku cuma baik
doang, gak ada jahatnya?”
“Ya pasti ada jahatnya, kamu
pilih kasih.”
“Loh kok pilih kasih?”
“Iya kamu cuma baik sama aku,
gak sama yang lain, hehehe.”
“Hahaha, bisa aja kamu, aku
nanya serius nih.”
“Aku juga jawab serius loh.
Kadang gak perlu apa dan bagaimana pandangan orang lain tentang diri kita, yang
terpenting adalah pandangan kita terhadap diri sendiri apakah kita sudah baik
apa belum.”
“Em, jadi begitu ya”
Tiba-tiba Raja menghentikan
motornya, “Hai elang, senyam senyum sendiri saja, sedang melamun apa?”
“Eh, gak melamunkan apa-apa
kok. Loh kok berhenti?”
“Iya, habis lo gw ajak ngomong
malah diem aja, eh pas gw liat kebelakang gak taunya lagi senyam senyum aja, gw
kira lo kesambet setan.”
“Hahaha, mana berani setan
deket gw, ka nada mbahnya setan dideket gw, hahaha.”
“Ih kalo gw setan lo juga setan
dong.”
“Gak lah gw manusia,
dimana-mana juga setan demennya sama manusia. Udah ah ayo jalan lagi.”
" Kau tau tidak kenapa aku tak protes dengan julukanmu
kepadaku?"
Andira menggelengkan kepalanya dan menunggu kata-kata dari Raja.
" Aku memang anak nakal, kelakalan apa yang tak pernah aku
perbuat," Raja tertawa, "Semua mungkin sudah aku lakukan, mencuri,
mencelakai anak orang, merampok bahkan membunuh pernah aku lakukan."
Andira bergidik mendengar kata-kata Raja.
"Mungkin hanya memperkosa saja yang belum pernah aku lakukan,. memperkosa secara fisik maksudku, kalau memaksakan kehendak sudah sering rasanya."
"Mungkin hanya memperkosa saja yang belum pernah aku lakukan,. memperkosa secara fisik maksudku, kalau memaksakan kehendak sudah sering rasanya."
"Aku pergi dari rumah setelah bertengkar dengan orang
tuaku, aku tak pernah kapok bahkan setelah berkali-kali mereka menghukumku
dengan berbagai cara, sampai pernah aku di ceburkan ke kolam ikan lele,
HAHAHA..." Raja tertawa dengan kerasnya.
"Pantas ya kau tak suka ikan lele."
"Ya mungkin gara2 itu."
"Setelah kau pergi dari rumah kau tinggal dengan
siapa?"
"Aku tinggal dijalanan, ngamen, jualan koran, malak, yah
apa saja aku kerjakan." Raja melihat wajah Andira sebentar,"Disanalah
aku bertemu guruku."
"Siapa namanya?"
"Kau tak perlu tau, ia pun sudah meninggal, mungjkin hanya
ia yang sanggup menghadapiku saat itu."
"Hebat dong."
"Sangat, dia bahkan mengalahkan aku dalam beberapa gerakan
setelah aku menyerangnya berkali-kali."
Andira terdiam dan bergumam, “Hidupmu
berat, alam meminta upah lebih dari ilmu yang kau dapat, simpan saja sebagai
rahasiamu.”
D M N
“Gira, lo liat Sandika gak?”
“Gak tuh, gw denger dia
akhir-akhir ini jarang masuk.”
“Oh, biasanya kan rajin tuh
anak.”
“Katanya lagi jadi
wirausahawan.”
“Oh ya?” Andira tersenyum.
“Eh gimana kabar cowo aneh lo?”
“Cowo aneh? Siapa maksud lo?”
“Itu loh yang ketemu
malem-malem waktu itu.”
“Oh dia, Baik kok.”
“Lo udah jadian ma dia?”
Andira menatap bingung ke Gira,
“Kok lo nanya gitu? Orang kaya gitu lebih enak jadi temen daripada jadi pacar
tau.”
“Oh, jadi gak ada hubungan
apa-apa antara lo dan dia?”
“Gak ada.”
“Beneran gak ada?”
“Em, udah ah ngomongin yang
lain aja.”
D M N
Sandika
085877xxxxx
Maaf baru kasih kabar kamu
sekarang, aku lagi berusaha beli motor baru, biar gak malu kalau datang kerumah
kamu, gak papa kan baru kasih kabar sekarang?”
“Lah ini orang kok nulisnya
begini sih, kaya gw pacarnya aja, tapi tunggu deh, jangan-jangan dia suka
beneran ma gw? Waduh, masa iya sih!” Andira bingung tapi senang membaca sms
dari Sandika.
Iya gak papa kok, kamu usaha
beli motornya pake cara halalkan bukan jadi maling? Hehehe, bercanda, semoga
sukses deh buat kamu.”
Sent to Sandika 085877xxxxx
Sandika
085877xxxxx
Gak maling kok, aku kan cuma mau
maling hati kamu, hehehe.
Kalau dimaling sih biasanya
dijual ke penadah, masa hatiku mau dijual kepenadah sih?
Sent to Sandika 085877xxxxx
Sandika
085877xxxx
Gak bakal lah, hati kamu bakal
aku simpen dihati aku
Ngegombal dikit gak apa-apa ya…
Hahaha, taro di lemeri es aja
biar awet
Sent to 085877xxxxx
Sandika
085877xxxxx
Ya gak dong, nanti beku, malah
gak bisa aku rasain lagi kehangatan hati kamu
Udah ah jangan ngegombal mulu,
nanti aku gak bisa tau mana yang benar mana yang bohong
Sent to Sandika 085877xxxxx
Sandika
085877xxxxx
Yang tadi sih gak ada yang
ngegombal, bener semua.
Maksudnya???
Sent to Sandika 085877xxxxx
Andira jadi beneran bingung
kalau begini, “Masa sih Sandika beneran naksir gw?”
D M N
“Andira, ayo dong semangat
latihan silatnya, biar gak mahir paling gak lo harus bisa. Masa gw pendekar
tapi elangnya gak punya kemampuan.”
“Iya pak pendekar.”
Selama beberapa bulan Andira
dilatih oleh Raja, baik fisik maupun teknik, walaupun Andira tak ada keinginan
menjadi seorang pendekar tapi raja berhasil meyakinkannya bahwa pesilat bukan
hanya sekedar bisa ilmu pukul tapi juga harus bisa ilmu kehidupan dan membaca
situasi.
“Andira, kita udah kenal berapa
lama sih?”
“Em, berapa lama ya, mungkin
hamper setahun.”
“Oh, tapi rasanya udah deket
banget ya?”
“Deketlah, kan duduknya
sebelahan.”
“Gw mau cerita tentang hidup
gw.”
“Ya, terserah aja kalau mau
cerita.”
“Gw sih bukan orang baik, musuh
gw dimana-mana. Ada yang muda sampe yang bangkotan juga ada.”
“Ih hobi banget sih lo cari
musuh?”
“Hobi sih enggak tapi mereka
yang anggap gw musuh.”
“Emangnya kenapa kok bisa
begitu?”
“Iya banyak kenapanya. Ada yang
cuma karena masalah sepele ada juga yang karena gak sengaja.”
“Ya, biar banyak musuh asal
jangan cari musuh aja, cari temen baiknya.”
“Iya, makanya gw temenan sama
lo.”
“Kalau gitu teraktir gw makan
dong, laper nih.”
“Ayo dah kalau cuma makan
doang.”
C.
Kecemburuan
"Sayang, seriuskah kamu
sayang kepadaku?" Tanya seorang laki-laki yang menggandeng tangannya
sepanjang jalan.
"Apa perlu kau bertanya
seperti itu?"jawab sang gadis.
"Tentu perlu, walau aku
menjadi kekasihmu, tapi aku merasa tak mendapat tempat cukup luas dihatimu.
Lalu kau sebenarnya menganggap aku apa, menganggap laki-laki bernama Sandika
ini apa?"
"Aku telah mengucapkan
persetujuanku sebagai kekasihmu, lantas apa lagi yang kau inginkan
dariku?"
"Andira Rayaksa, aku ingin
memilikimu sepenuhnya, aku inginkan hatimu untukku, aku inginkan hidupmu
untukku, aku ingikan segala sesuatu tentangmu untuk diriku."
Gadis yang bernama Andira
Rayaksa itu menatap kekasihnya, Sandika.
"Berikan aku kesempatan
untuk menjadi pendamping hidupmu dalam segala keadaan."
"Apa ketika nanti aku
memberimu izin menjadi pendampingku, aku tak berhak mempunyai sesuatu bahkan
impanku sendiri?"
"Bukan begitu sayangku,
berikan aku ruang dalam impianmu, beri aku andil dalam mewujudkan
cita-citamu."
“Aku mencintaimu tapi aku tak
bisa melapaskan semua hanya demi dirimu, aku butuh kamu sayang. Jangan cemburu
dengan keadaanku, jangan merasa tersisih dari hidupku, jangan merisaukan
kedudukanmu. Kau tak akan pernah aku buang, tak akan pernah aku hilangkan.
Mengertilah.”
Selanjutnya Andira tidak banyak
berkata-kata sepanjang kebersamaan mereka itu.
“Andira bangun, masa jam kuliah
gini lo malah tidur sih?”
“Astaga gw ketiduran ya,
dosennya udah selesai ngajarnya?”
“Iya, udah keluar, ada tugas
buat minggu depan, nih catetan yang tadi.”
“Ya ampun Gira baiknya kawanku
yang satu ini, nanti kita kerjakan bersama ya.”
“Pasti, kau kan yang aku
jadikan ketua kelompok tugas ini, hihihi.”
“Ih Gira jahat.”
“Biarin aja salah sendiri tidur
pas jam kuliah. Ayo kita kekantin.”
Andira segera membereskan
bukunya, akhir-akhir ini ia merasa lelah karena sering tidur menjelang subuh,
menemani Raja jalan-jalan.
Sandika
085877xxxxx
Cantik udah selesai kuliahnya?
Gimana kabarnya? Aku lagi diluar kota nih, mau dibawain oleh-oleh apa?”
Hai, gimana kabar kamu sendiri?
Aku baik dan baru selesai kuliah jam ke-2. Kalau kamu mau kasih aku oleh-oleh
sih aku gak bakal nolak.”
Sent to Sandika 085877xxxxx
Sandika
085877xxxxx
Oke, belajar yang rajin ya
cantik.
“Smsan sama siapa sih lo? Sampe
kaya dapet lotre gitu?”
“Lihat sendiri nih.”
“WHAT? SANDIKA? Gak salah baca
nih gw?”
Andira menggelengkan kepalanya,
“Kenapa? Dia baik kok.”
“Tapi lo sama dia kaya langit n
bumi sayang.”
“Biar beda kaya langit dan bumi
tapi bisa sama-sama bikin indah suasanakan, hahaha.”
“Lah ini orang jadi makin
aneh.”
D M N
Sore itu Raja sengaja
menyempatkan diri mendatangi Andira untuk menghilangkan suntuknya.
“Oh mas Raja, mari silahkan
masuk, non Andira lagi ada tamu di ruang tv.” Ucap pembantunya Andira.
“Siapa tamunya?”
“Gak tau deh, bibi baru liat,
tapi mereka akrab banget tuh.”
“Oh.”
“Mau kopi mas?”
“Oh tentu saja.”
Raja segera berjalan ke ruang
tv untuk menemui Andira, tapi tiba-tiba ia berhenti dan mengintip Andira sedang
bercanda dengan Sandika, “Andira, tatapan matamu mengapa seperti itu? Suka kah
kau padanya?”
“Andira, aku mau ngomong
serius.” Sandika mendekatkan duduknya ke Andira.
“Bicara aja.”
“Saya benar-benar jatuh hati
padamu,” Sandika memandang Andira sebentar sebelum melanjutkan bicaranya,
“Hanya satu masalahnya.”
“Masalah? Masalah apa?”
“Aku bukan orang kaya
sepertimu.”
Andira terdiam, wajahnya
terlihat serius, pandangan matanya dalam memandang wajah Sandika, “Lihat aku
sesungguhnya, hanya anak manja yang hanya bisa meminta, hanya anak mama yang
selalu bergantung pada orang tuanya. Lihat aku sesungguhnya yang tak lebih kaya
darimu, hanya raga ini yang aku miliki.”
Sandika tercengang dengan
ucapan Andira.
“Jika kau benar jatuh hati
padaku, terimalah aku, dan jadikan aku orang yang patut bangga mendapatkanmu.”
Raja yang mendengar ucapan
mereka berdua tercengang, serasa mulutnya membisa dan badannya kaku, keinginan
hati ingin menghajar laki-laki yang mendekati Andira tapi ia tak bisa berbuat
apa-apa.
“Raja apa yang kau pikirkan,
kau sudah punya kekasih mengapa kau mengharapkan Andira menjadi kekasihmu juga?
Ingat kau tak bisa menjangkau Andira walau kau berusa keras.” Raja berbicara
sendiri dalam hatinya.
Raja segera menuju dapur.
“Bi, saya ngopinya disini aja
nemenin bibi, Andira lagi sibuk pacaran kayanya.”
“Loh itu pacarnya non Andira?
Bibi kira kamu dan Andira punya hubungan.”
“Ah gak kok, saya Cuma temannya
Andira, mana mau Andira sama orang seperti saya.”
“Loh kenapa gak mau? Kamu kan
baik.”
“Ya saya kira baik saja belum
cukup untuk Andira.”
D M N
"Tak pantaskah aku
menikmati hidupku sebagaimana orang lain menikmati hidupnya. Orang lain juga
banyak membuat kesalahan tapi tampaknya tak berpengaruh pada hidup mereka kini,
tapi mengapa hal seperti ini terjadi kepadaku." tak henti-hentinya hatinya
berkata-kata sendiri, menyesali kesalahan yang dulu ia buat.
"Mengapa diam? Jawab
pertanyaanku, kau ingin apa saat ini?" Ucap gadis berambut sebahu, Andira.
Laki-laki yang mendapat julukan
Pendekar bocah nakal menggelengkan kepalanya, "Aku tak menginginkan apapun
saat ini, aku hanya ingin hidup tenang dan bahagia sampai akhir hidupku."
"Ah apa yang kau bicarakan
aku tak mengerti, jangan minta kebahagiaan kepadaku, minta pada kekasihmu
sana." Ucap gadis itu sedikit kesal.
"Jangan marah dong sayang,
mungkin aku bisa bahagia hidup dengannya tapi aku tak bisa berkata-kata
sepertinya padanya, hanya pada kamu, aku bisa membuka lembar cerita
hidupku." Laki-laki itu menjelaskan.
"Tapi kau akan sangat jauh
denganku ketika kau bersamanya. Iya kan?" Tanya gadis itu sambil menatap
muka laki-laki dihadapannya.
"Apakah kau tak akan
meninggalkanku ketika menemukan laki-laki lain?" Laki-laki itu justru
balik bertanya yang kemudian hanya dijawab dengan mengangkat bahunya.
“Jawablah pertanyaanku.” Raja
menatap dalam matanya Andira.
“Dasar laki-laki, belum juga
menjawab pertanyaanku tapi sudah mengajukan pertanyaan.” Andiran tertawa.
Tiba-tiba Raja memeluk Andira,
walau Andira sudah memberontak tapi Raja tetap memeluknya, “Sebentar saja
nikmati pelukanku.” Raja mengeratkan pelukannya.
“Raja, sadarlah keadaan kita
saat ini.” Andira segera melepas pelukan Raja dan pergi begitu saja.
“Andira, andai kamu tau
seberapa besarnya aku cemburu pada kekasihmu, kau akan menangis untukku.”
Teriak Raja dan Andira berusaha untuk tak bereaksi.
Begitu dekat mereka berada tapi
terasa begitu canggung walau benak mereka saling memanggil dan membutuhkan
pelampiasan tapi raga mereka menolaknya dengan keras. Hanya ada diam diantara
mereka.
D M N
Sang kekasih mendatangi
pendekar bocah nakal.
"Apa tak penting
kehadiranku selama ini? Apa kau sedang membalasku atas perlakuanku dulu
terhadapmu?" Tanya gadis itu dengan emosi memuncak.
Pendekar bocah nakal hanya
menggelengkan kepalanya saja, "Aku memilihmu menjadi kekasihku, tapi aku
memberimu kebebasan jika kau tak inginkan aku."
"Jika kau menghargaiku
maka jauhkan gadis itu dari hidupmu, biarkan hidupmu menjadi hidupku saja,
bukan hidupnya."
"Mengapa kau harus marah terhadapnya,
berbuat salahkah dia, dia juga punya kehidupan sendiri, walau ia tak
menceritakan apapun kepadaku tapi aku tau ia telah menemukan,laki-laki yang
membuatnya bahagia. Lantas mengapa kau marah?"
"Dia tak berbuat salah,
tapi kau yang bersalah, aku mencintaimu, aku tak mungkin menyalahkanmu."
"Jadi percayalah aku tetap
menjadi milikmu." Raja memandang dalam mata Jeny lalu memeluknya.
D.
Persembunyian
"Kekasihku, maaf saat ini
aku tak bisa menemanimu setiap saat, aku sungguh tak bisa menjelaskan ada apa
saat ini. Tapi sayang percayalah aku akan kembali kepadamu dan bertanggung
jawab atas dirimu." Jeny mengerutkan keningnya ketika membaca sms dari
kekasihnya, pendekar bocah nakal.
Ia tampak memikirkan sesuatu
lalu mulai membalas sms yang tadi ia terima, "Jika kau tak ingin
menjelaskannya padaku, aku tak akan meminta lebih penjelasan tentang itu.
Hati-hati sayang dalam setiap langkahmu."
Dihadapan Andira, Pendekar
bocah nakal tersenyum kecil.
"Hei mengapa kau
tersenyum? Ada yang salah pada dirikukah?" Andira memperhatikan letak
pakaiannya.
"Sudah cantik kok. Ingat
apa yang aku bilang tadi, jangan kau katakan apapun kepadanya, jika ia
bertanya, kapan bertemu denganku jawab saja minggu lalu ketika kita makan siang
diluar bersamanya." Wanti-wanti pendekar bocah nakal.
"Huh...beruntung kau punya
teman sepertiku yang mau berbohong untukmu." ledek Andira,
"Raja," panggil Andira sedikit mesra membuat pendekar bocah nakal
menatap mata Andira, "Kembali lah kemari tanpa kekurangan satu apapun, aku
inginkan kau utuh kembali kepadaku, aku inginkan kau menjadi kau, menjadi
dirimu sendiri." Terlihatlah kesedihan dimata Andira. Pendekar bocah nakal
tersenyum, "Raja mu ini akan kembali tanpa kekurangan sesuatupun,
percayalah."
Dalam jarak yang memisahkan
antara Andira dan Raja, keduanya merasakan kecemasan luar biasa, apakah mereka
akan bertemu kembali ataukah tak akan bertatap muka lagi. Mereka memang bukan 2
orang kekasih, dan mereka sangat sadar akan hal itu. Mereka, 1 tujuan dan 1
cita2, menjadi 1 pemikiran dalam 2 jiwa.
Raja telah menghilang beberapa
hari tanpa kabar sedikitpun. Raja sadar pasti 2 gadis terdekatnya merasakan
kecemasan luar biasa. Ia merasa serba salah, jika ia memberi kabar maka semua
rencananya akan berantakan tapi jika tidak memberikan kabar makan kecemasan
keduanya akan bertambah.
"Ah bisa gila lama-lama
jika terus seperti ini." Keluhnya sambil mengacak-acak rambutnya yang
sudah berantakan. Ia ingat sesuatu, cara paling aman menghubungi Andira, lewat
email.
segara ia membuka layanan email
di hpnya, ia mencari alamat email Andira dan segara mengirim pesan.
from : Rajamu sang pendekar
to :Andira sang burung elang
.....
Sebentar raja tersenyum ketika
ingat awal mereka memakai nama itu,
dear Andira sang burung elang, aku tahu kau akan
tetap menjadi elangku diangkasa menjadi mata ke-3ku dan menjadi penunjuk
arahku. Maaf aku belum bisa kembali saat ini, aku masih terhambat masalahku.
Doakan agar cepat selesai semuanya dan aku bisa kembali menjadi Raja sang
pendekar, hehhehe,,,maaf kalo kata-katanya terlalu puitis, menjadi berhati
rinto kawanmu ini, hehehehehe...
tutup salamku untuk sang
sahabat.
Andira membaca email dari Raja.
Andira tertawa bahagia mendengar kabar dari kawannya, ia membalasnya cepat.
from : Andira sang burung elang
to : Raja sang pendekar
Salam untukmu, tak usah takut
pendekar kehilangan arah dan menjadi buta karena aku sang burung elang tetap
bisa menjadi penunjuk dan teman berbagi cerita. Aku rasakan hatimu yang berubah
rinto itu, lama sekali tak terlihat hal seperti itu padamu, merindukannya juga
aku, tapi khawatir aku, kau bukan pendekar bersenjata pedang lagi tapi menjadi
pendekar bersenjata kata2.
baik2lah disana.
Walau sudah lama ia yakin bahwa
hal ini akan terjadi padanya, tapi tak sedikitpun ia menyangka hal ini akan
terjadi ketika ia tengah berbahagia bersama kekasihnya dan sahabatnya. Ketika
kehidupannya mulai membaik dan mulai jelas terarah. Hidupnya seperti hancur
berantakan dan tak memiliki masa depan sama sekali. Ia merasa begitu hancur.
“Raja.” Panggil seorang
laki-laki tua padanya.
“Ini saya serahkan padamu.”
“Apa ini?”
“Semoga ini bisa membantumu
kali ini.”
Raja membuka bungkusannya yang
ternyata hanya sebuah golok, “Huh…aku tak butuh ini. Kalau paman peduli padaku,
jangan bawa aku dimasalah ini. Aku ingin punya kehidupan sendiri, aku ingin
jadi orang baik-baik, aku ingin hidup baik dan bahagia seperti orang lain, aku
ingin berkeluarga.” Raja melemparkan golok itu ke meja terdekatnya.
“Raja, ini sudah takdirmu.”
Ucap Laki-laki yang dipanggil paman itu dengan sedih.
“Takdir? Takdir kata paman, apa
aku tak berhak menguasai takdirku sendiri? Memangnya paman yang mengatur
takdirku?” begitu marahnya Raja sampai-sampai ia tak sadar menendang kursi yang
tadi ia duduki.
“Raja.” Panggil Pamannya pelan,
“Hal ini memang sudah lama tergaris, hanya kamu yang bisa menyelesaikannya,
hanya kamu yang tau apa yang harus dilakukan. Hanya kamu tumpuan kami.”
“Tapi aku ingin punya kehidupan
sendiri.” Mata Raja mulai berair.
“Kami janji padamu, setelah ini
kau bisa hidup bebas menikmati hidupmu sendiri.”
Raja menghela napas dan
meninggalkan pamannya.
Sepanjang malam itu Raja
berjalan, entah kemana ia akan berjalan, ia pun tak tahu dimana ia berada.
Hatinya menangis, menjerit dan marah atas semua yang terjadi padanya. Entah dia
marah pada dirinya atau marah pada orang lain. Rasanya ia tak sanggup bila
sehari saja keadaannya seperti ini. Ia putus asa.
Dalam keputus asaanya itu getar
Handphone mengejutkannya, ada sebuah pesan singkat. Raja segera membukanya.
Raja, kembalilah segera agar
kau bisa beristirahat, besok pagi-pagi kita selesaikan semua dan kau segera
bisa kembali. Paman tunggu.
Sender : 087888xxx
Paman.
Raja menguatkan dirinya,
menarik napas dalam-dalam dan berusaha menghilangkan rasa marah dalam hatinya.
Ia segera memutar arah jalannya dan mengikuti jejak yang tadi ia tinggalkan.
E.
Pertarungan
Raja berdoa dalam hatinya, ia
berharap apa yang ia pelajari dahulu tak lenyap begitu saja dan masih dapat ia
pergunakan saat genting seperti ini. Ia meyakinkan dirinya sendiri dan
memberanikan diri nya keluar dari persembunyian.
"aku tak akan lari
darimu." ucap pendekar bocah nakal lantang.
"oh rupanya kau masih
bernyali juga, pendekar bocah nakal." ucap laki2 yang lebih tua dari raja.
Julukan yang aneh, tak pantas untukmu, harusnya kau bergelar bocah
tengik."
raja tersenyum sinis," itu
bukanlah namaku, itu hanya julukan dari orang2 yang tak mengenalku saja."
"oh berarti kau pun tak
akan marah jika aku memanggilmu bocah tengik?"
"silahkan saja, tapi aku
tak akan menanggapi semua ucapanmu."
"ah sudahlah terlalu basa
basi, akan aku hilangkan pemilik nama raja, pendekar bocah tengik sekarang
juga."
"silahkan saja aku tidak
takut."
Lelaki yang kira2 seumuran
ayahnya raja memasang kuda2 ringan ia hanya memiringkan sedikit tubuhnya. Raja
mencoba menebak apa yang akan dilakukan lekaki itu. Ia memasang posisi seperti
laki2 itu.
"silahkan anda menyerang
terlebih dahulu."ucap raja sedikit menantang.
"wah berani benar kau
menantangku."laki2 itu langsung maju dan mengarahkan tendangan kiri ke
wajah raja.
Raja tak mengelak banyak. Ia
hanya memintahkan tubuhnya kesamping dan menangkap kaki lawannya itu.
"hanya segini
kemampuanmu?" ejek raja, raja memang kadang tak dapat mengontrol
ucapannya, ucapan yang kadang membuat kuping lawannya memerah.
laki2 itu tersenyum sinis, ia
memutar badannya dengan cepat. Melayangkan kaki yang menumpu berat badannya ke
arah raja. Raja tak habis akal, kaki kiri laki2 itu masih ditangannya,
tangannya mencengkram kuat pergelangan kaki itu, ketika laki2 itu melayangkan
kakinya yang satu lagi, raja dengan cepat menarik kebawah kaki yang ia pegang
dan mendorong searah kaki yang melayang kearahnya. Sontak saja laki2 itu
terjatuh dengan tangan sebagai tumpuannya, karena ia sendiri tak mau mukanya
rusak kena aspal.
"mau
dilanjutkan?"tanya raja sambil melepaskan kaki laki2 itu. Raja memberinya
kesempatan berdiri dan memasang kembali kuda2nya.
"boleh juga akalmu anak
muda."
Raja tersenyum, " terima
kasih atas pujianmu."
kini raja maju selangkah dan
langsung melayangkan tangannya ke arah perut, tidak dengan tinju ia
melakukannya tapi dengan totokan. Laki2 itu memundurkan perutnya beberapa senti
dari tangan raja, tapi sayang itu hanya tipuan dari raja, serangan yang
sebenarnya itu adalah kepretan dari raja mengarah ke telinga laki2 itu. Ia
terlambat menyadarinya, tangan raja mendarat tepat di daun telinga laki2 itu.
Aneh tak terdengar bunyi sedikitpun tapi laki2 itu mengerang dan dari
telingannya keluar darah segar.
"hahaha..."raja
tertawa lantang," hilang sudah kemampuanmu, kau sekarang tuli, tak akan
bisa lagi kau mendengar suara orang berteriak," raja tertawa lagi lagi
membiarkan laki2 itu merintih kesakitan.
"bocah tengik, akan aku
balas kau. Sekarang dendamku benar-benar dendam kesumat, tunggu
pembalasanku." ucap laki-laki tua itu ditengah rintihannya.
Raja dengan santai melenggang
meninggalkan laki-laki itu sambil tertawa dan berkata "aku tak takut pada
laki-laki tuli sepertimu, akan aku tunggu kau balaskan dendammu,
hahaha..."
Raja menghela napas panjang
ketika dirinya sudah sampai di tempat keramaian ia langsung berbaur dengan
kerumunan orang yang sedang menawarkan barang dan menawar harga, ia melihat
sebuah jaket yang cukup baik keadaannya lalu menawarnya dengan harga murah,
jelas saja pedagang langsung mengatakan tidak karena harga yang ditawarkan Raja
memang tidak jelas. Raja hanya tersenyum lalu pergi.
Getaran handphonenya membuat ia
kaget, ternyata dari Andira, "raja jelek,,,berbuat ulah apalagi kau hari
ini, kangen nih. Belikan aku sesuatu y..."
raja tersenyum lalu membalasnya
" ulah? Tidak berbuat apa2 tuh, hanya saja bertambah orang tuli saat ini,
hahaha... Nantilah aku bawakan jagung rebus, baik untuk dietmu."
Andira yang membaca sms dari
raja memanyunkan bibirnya kesal karena raja menyinggung soal dietnya, "ah
raja jelek berukah terus pantas kau semakin terkenal dengan jukukanmu, huh aku
tak butuh jagung rebus, butuh makanan enak malam ini."
Raja tak membalas sms Andira,
yang ada dipikirannya hanya kenangan masa lalu ketika ia secara tak sengaja
membuat anak laki-laki tadi meregang nyawa di bilah goloknya. Memang anak
laki-laki tadi itu sungguh kelewatan karena ia mencoba memperkosa seoarang
gadis belasan tahun di kebun dekat tempat mereka suka nongkrong bareng,
ditambah anak itu yang sebenarnya adalah teman cukup dekat dengan Raja mencoba
melecehkan Andira beberapa kali. Ada rasa penyesalan dalam hatinya tapi ia
pikir hal itu mungkin lebih baik daripada ada korban orang lain.
F.
Jeny dan kisah cintanya
"Raja, cepatlah siapkan
dirimu, semua sudah menunggu." Seorang wanita mengetuk pintu kamar, disana
Raja sedang bingung dengan hatinya, sebenarnya sudah lama ia menunggu hari ini,
sudah banyak pula hal yang ia korbankan termasuk Andira, sang burung elang.
"Ya tuhan, tenangkan
hatiku, bimbing hatiku, yakinkan hatiku." doa raja sambil menghembuskan
asap rokok dari mulutnya. Raja menarik napas panjang dan akhirnya keluar kamar.
Akhirnya semua orang yang telah
berada diruangan tempat yang akan dilaksanakan ijab qabul merasa tenang
melihat Raja akhirnya muncul dan duduk disamping Jeny, sang mempelai wanita.
sekali lagi Raja menarik napas panjang dan mencoba menenangkan hatinya.
"Bagaimana Raja, apakah
sudah siap?" Tanya sang penghulu.
Raja sedikit tersenyum dan
kemudian mengangguk.
"Baik segera dimulai saja
acaranya." Lanjut sang penghulu.
Acara dimulai dengan minta izin
dari Jeny kepada ayahnya, sedikit terjadi adegan tangis dan menangisi antara
ayah dan anak itu. Kejadian itu membuatnya ingat kepada Andira ketika dengan
dirinya menghadiri pernikahan salah seorang kawan mereka.
"Andira, kamu kalo nikah
nangis gitu juga gak?" Tanya Raja Iseng.
"Bisa jadi."
"Bakal luntur dong make up
kamu, jadi pengen ngeliat kamu dandan kaya pengantin."
"Ih kok jadinya ngomongin
aku sih, aku tuh yang pengen liat kamu melakukan ijab qabul."
"Ya nanti pasti kamu bakal
liat."
"Maaf Andira kamu tak bisa
melihat aku menikah." Ucap Raja dalam Hati.
"Mari kita lanjutkan
langsung ke inti acaranya." Ucapan penghulu mengaburkan lamunana Raja.
Setelah ayahnya jeny
mengucapkan Ijab, Raja langsung menarik napas panjang dan mengucapkan qabul,
penerimaan atas Jeny sebagai isterinya.
"Kita hanya 3 hari disini,
selanjutnya kita pindah ketempatku." Ucap Raja keesokan harinya.
"Dimana kita
tinggal?" Tanya Jeny ingin tahu.
"Nanti saja kau lihat
sendiri."
"Mau sampai kapan kamu
seperti ini sama aku, sekarang aku sudah menjadi isterimu, bersikap baiklah
sedikit padaku."
"Jeny, aku mencintaimu,
tapi tak bisa semuanya kujelaskan saat ini. Maafkan aku kalau kau tak suka
sikapku." Raja tersenyum dan mengecup kening jeny.
Setelah 3 hari pernikahan
mereka, Raja dan Jeny segera pergi menuju rumah baru mereka, memang dipinggir
kota tapi Jeny sungguh terkejut dengan keadaan rumah tersebut, rumah yang lebih
bagus dari rumah yang lainnya, ada halaman dan kebunnya. jeny tak menyangka ia
akan tinggal dirumah itu.
"Besok kita urus
kepemilikan rumah ini, rumah ini akan atas namamu." Ucap Raja mengejutkan
Jeny yang sedang terpukau.
"Atas namaku?"
"Ya."
Awal-awal penikahan semuanya
terlihat baik-baik saja, Raja selalu memperlakukan Jeny bak putri dengan satu
syarat jangan pernah tanyakan dari mana uang yang mereka gunakan dan apa
pekerjaan Raja selama ini. Jeny hanya tau raja bekerja membuka usaha, setiap
pagi hingga petang Raja bekerja untuknya. Pernikahan mereka sampailah pada
puncaknya, Jeny melahirkan seorang anak laki-laki. Anak laki-laki itu diberi
nama Dekha.
Raja sungguh menikati
hari-harinya bersama dengan Jeny dan Dekha, buah hati mereka. hingga suatu saat
ia membuka emailnya yang sudah lama ia tak pernah membukanya. Ia terkejut
dengan isi emailnya. Cukup banyak email dari Andira.
from : andira sang burung elang
to : Raja sang pendekar
Raja bagaimana pernikahanmu?
from : andira sang burung elang
to : Raja sang pendekar
Senangkan Jeny ya
from : andira sang burung elang
to : Raja sang pendekar
Sudah beberapa minggu tak ada
kabar darimu, Rindu juga denganmu
from : andira sang burung elang
to : Raja sang pendekar
Dimana kamu tinggal sekarang
from : andira sang burung elang
to : Raja sang pendekar
Ingat Sandika kan, dia resmi
melamarku pada orang tuaku tadi pagi, andai kau menjadi saksinya
from : andira sang burung elang
to : Raja sang pendekar
Pendekarku ingin bertemu
denganmu
from : andira sang burung elang
to : Raja sang pendekar
Maaf kalo aku ganggu kamu,
semoga kamu bahagia bersama Jeny
from : andira sang burung elang
to : Raja sang pendekar
Aku tak tahu mengapa aku kirim
email lagi ke kamu, hari ini aku pilih gaun pengantinku, pernikahanku 6 bulan
lagi
from : andira sang burung elang
to : Raja sang pendekar
Pendekarku, apa kau sudah
mempunyai anak, aku bisa bayangkan lucunya anakmu, ingin aku mengasuhnya juga
from : andira sang burung elang
to : Raja sang pendekar
Sudah begitu lama tak ada kabar
darimu, lupakah kau dengan ku?
from : andira sang burung elang
to : Raja sang pendekar
4 bulan menjelang pernikahanku,
harusnya kau disampingku
from : andira sang burung elang
to : Raja sang pendekar
Raja sang pendekar, masih
ingatkah kau dengan impian kita, biarpun kita tak lagi berjalan beriringan aku
hanya meminta padamu agar impian kita selalu tetap beriringan. Beberapa hari
ini aku benar2 ingat peristiwa dulu dari awal kita bertemu dan menciptakan
impian kita bersama. Semoga kau bahagia bersama Jeny.
Setelah Raja membaca email dari
Andira membuat Raja berpikir ulang tentang hidupnya.
"Ada apa sayang?"
Tanya Jeny sambil mendudukkan Dekha ke pangkuan Raja.
"Tolong bawa Dekha dan
siapkan pakaianku, aku akan pergi beberapa hari."
"Kamu mau kemana?"
Jeny mengambil kembali Dekha dari pangkuan Raja.
"Lakukan saja. Malam ini
juga aku berangkat."
"Sebenarnya ada apa, kamu
sampai harus pergi mendadak seperti ini." Jeny terus mendesak Raja untuk
memberiktahukan alasannya.
"Jeny tolong jangan banyak
bertanya, aku sedang pusing. kalau kau tak mau membereskan pakaianku, baik aku
yang akan membereskannya sendiri." Bentak Raja.
"Baik akan aku bereskan
pakaianmu, tapi jaga Dekha sebentar."
Raja mengambil Dekha yang
menangis dari tangan Jeny, menggendongnya dan membawanya keluar rumah.
"Sayang, maafkan ayah ya,
ayah akan meninggalmu dalam waktu yang lama, ayah titip ibumu ya sayang."
Jeny yang mengintip pembicaraan
ayah dan anak itu menangis, ia bingung apa yang harus dilakukannya, ia tak tahu
apa yang sebenarnya terjadi.
Hp Raja berbunyi.
"Halo siapa ini?"
"Ini Anto bang, abang
sekarang lagi dimana? disini lagi banyak yang nyari abang, katanya abang pernah
bikin kasus sama mereka, katanya abang pernah ngancurin usaha mereka."
Orang yang mengaku namanya Anto itu terus berkata-kata sebeum Raja berbicara
lanjut.
"Orang mana tuh?"
"Orang jawa tengah bang
kalo kata anak-anak sini."
"Terus mau mereka
apa?"
"Bunuh abang sama isteri
abang. Mereka bilang seperti itu."
Raja mematikan Hp nya. Ia
berusaha tenang.
Jeny keluar menyusul Raja dan
Dekha, anaknya. " Ada apa yah?"
"Sudah kau bereskan?"
"Ya, mau aku siapkan bekal
juga?"
"Tidak perlu. Jeny ajaklah
orang tuamu tinggal disini. tapi jangan sampai banyak orang lain yang
tau."
"Sebenarnya ada apa
sayang?"
"ikuti saja apa yang aku
katakan. Aku istirahat dulu nanti malam aku baru berangkat, kendaraan aku
tinggal dan jangan hubungi aku selama aku pergi, aku yang akan
menghubungimu."
"Raja tolong katakan
padaku, apa yang sebenarnya terjadi?"
"Jangan banyak tanya, aku
tak suka itu."
"Biar aku tebak, apa kau
ingin menemui Andira? Kau rindu padanya? Kau ingin kembali padanya?" Jeny
mulai kehilangan lendali atas dirinya sendiri.
Raja tak menjawab semua
pertanyaan Jeny itu, dia langsung masuk ke kamar tamu dan tidur disana.
"Ya tuhan apa yang aku
lakukan sehingga suamiku tak pernah menghargaiku, tak mencintaiku dan tak
mempercayaiku." Ucap Jeny dalam tangisnya.