Dalam pasal 66 undang-undang no.1 tahun 1974 dikatakan, berlakunya hukum perkawinan sebelum UU ini. Maka dapat ditaroik kesimpulannnya
1. UU no.1 tahun 1974/ UU perkawinan tidak mencabut peraturan perundang-undangan sebelumnya secara keseluruhan
2. Tidak berlaku peraturan perundang-undangan tentang perkawinan sejau telah diatur dalam UU baru
3. (pasal 2) hal-hal yang belum diatur dalm UU perkawinan dan tdak bertentangan dengan undang-undang ini maka masih berlaku
Kemudian muncul pertanyaan, bagaimanakah perkawinan yang terjadi sebelum adanya undang-undang ini? Sahkah atau tidak?
Maka jawabannya terdapat dalam pasl 64 undang-undang perkawinan, perkawinan sebelum ada UU perkawinan bersifat sah
Syarat sah Perkawinan menuruut BW pasal 26, perkawinan adalah sah bila menurut UU, sedangkan menurut UU perkawinan adalah sah menurut ketentuan agama pasal 2 UU perkawinan.
Dalam hubungan perdata perkawinan yang sah yaitu perkawinan yang memenuhi syarat sah menurut BW, hanya dikenal perkawinan perdata yaitu perkawinan yang dilakukan di depan catatan pegawai sipil, dilarang melakukan upacara keagamaan sebelum melangsungkan pernikahan di depan pegawai catatan sipil.
Konsepsi perkawinan adalah segala sesuatu yang menjadi inti sari perkawinan menurut suatu system tertentu karena pandangan hidup, cara berpikir dan karekteristik bangsa-bangsa pada umumnya tidak sama/ perdatanya tidak sama.
Dikenal 2 konsepsi perkawinan yaitu konsepsi perkawinan perdata dan konsepsi perkawinan agama.
Konsepsi perkawinan perdata yaitu persyaratan bagi suatu perkawinan dan tata cara mellangsungkan perkawinan diatur dalam hukum perdata
Konsepsi perkawinan agama adalaah sahnya suatu perkawinan apabila didasarkan pada ketentuan agamanya
Selain syarat sah dalam pperkawinan ada beberapa azas yang dianut dalam BW
1. Monogami/pasal 27 BW
Agar sahnya perkawinan harus memenuhi
1. Syarat sahnya perkawinan(pasal 26 BW)
2. Syarat melangsungkan perkawinan
Syarat materil yaitu syarat mengenai diri pribadi yang akan melangsungkan perkawinan terdiri dari 2 yaitu materil umum dan khusus.
Materil umum berlaku untuk semua perkawinan pada umumnya dan bersifat mutlak terdiri dari
1. Kata sepakat (pasal 28) dalam melangsungkan perkawinan kedua belah pihak baik calon pengantin perempuan maupun calon pengantin laki-laki haruslah mempunyai kesepakatan terhadap perkawinan tersepun tanpa adanya paksaan.
2. Azas monogamy (pasal 27) azas monogamy ini bersifat mutlak yang jika dilanggar maka akan adanya pembatalan perkawinan
3. Batas usia(pasal 29), dalam bidang-bidang hukum terdapat batas usia, dalam hukum perkawinan yang ada dalam BW batas umunya adalah 18 tahun untuk laki-laki dan 15tahun untuk perempuan
4. Tenggang waktu tunggu (pasal 34) hal ini memang tidak selalu terjadi dalam menjelang sebuah pernikahan, hal ini hanya berlaku untuk wanita yang sudah pernah menikahh sebelumnya yaitu 300 hari, hal ini diatur guna menncegah percampuran benih (confuiso Sanguinis)
5. Izin menikah dari piak ketiga, pihak ketiga yang dimakksud adalah orang tua. Hal ini berkaiitan dengan batas usia mempelai, berlaku untuk
- Anak yang masih dibawah umur ( anak sahhharus mendapatkan iizin dari kedua orang tuanya sedangkan anak luar kawin diakui harus mendapatkan izin dari pihak yang mengakuinya, anak luar kawin yang tidak diakui arus mendapat izin dari walinya atau wali pengawas, biasanya piihak ibu saja)
- Anak yang suudah dewasa tapi belum 30 tahun, dewasa disini adalah 21 tahun
Materil khusus mengenai larangan perkawinan menyangkut
1. Pertalian keluarga dalam garis lurus keatas (orang ttua dan moyang) serta kebawah (anak dan cucu)
2. Karena adanya hubungan semenda atau periparan
3. Adanya putusan hakin
4. Setelahh perkawinan yang ke2 kalinya dengan pasangan yang sama
Syarat formi mengenai syarat formalitas/ tata cara sebelum dan pada saat perkawinan yaitu
1. Adanya pemberitahuan, sebelum melangsungkan perkawinan wajib memberitahukan kepada catatan sipil hal-hal apa yang kemudian akan dicatat
2. Adanya pengumuman, diiumumkan selama 10 ari dicatatan sipil dimana tempat tinggal para pihak, paling lama pengumumannya 1 tahun dan jika lewat dari itu maka perkawinan tidak boleh dilangsungkan kecuali ada pengumuman baru dispensasi 10 hari dari kepala daerah
3. Tatacara pencegahan perkawinan, hal ini merupakan upaya hukum mencegah suatu perkawinan yang bertentangan dengan ketentuan undang-undang yang berlaku, BW menganut system terbatas/limitative mengenai alas an dan orang yang dapat melakukan hal ini(pasal 59). System ini diadakan untuk mencegahh penyalahhgunaan perkawinan. Pencegahan perkawinn diajukan kepada kantor catatan sipil dimana dilakukan pengumuman dan pelangsanaan perkawinan . apabila tetap dilaksanakan maka perkawinan dinyatakan batal dan pegawai catatan sipil yang mencatat akan dikenakan sanksi administrasi. Pernikahan dapat dilangsungkan bila adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap/ akta otentil dari pihak yang melakukan pencegahan perkawinan.
4. Tata cara perlangsungan perkawinan ,bila surat sudah diteliti kelangkapan surat-surat seperti akta kelahiran, akta izin menikah untuk usia dibawah 30 tahun, surat kematian suami/istiri untuk pihak yang sebelumnya sudah pernah menikan, surat perceraian dari pengadilan untuk pihak yang sudah pernah menikah sebelumnya, surat keterangan dari [egawai catatan sipil bahwa telah diumumkan, surat dispensasi dari presiden/ menteri kehakimam jika ada larangan menikah. Penikahan dilangsungkan 10 hari setelah diumumkan
Adapun syarat pelangsungan perkawinan yaittu, dilakukan dimuka umum, dilakukan digedung/ tempat akta catatan sipil, dihadapan pegawai catatan sipil, disaksikan oleh 2 orang saksi yang cakap hukum dan telah dewasa, kedua pihak harus hadir sendiri.
Setelah penikahan dilaksanakan di catatan sipil maka baru diperbolehkan dilaksanakan penikahan sesuai ketentuan agama(pasal 81 BW)
No comments:
Post a Comment